Selasa, 26 Juni 2007

SINGAPURA

Saat yang dinantipun tiba, setelah terbang dengan pesawat Garuda GA830 sekitar 1 jam 15 menit dari Jakarta, pukul 20.15 Senin malam saya dan rekan-rekan tiba di bandara Changi Singapura. Sebenarnya dari Medan saya bisa saja terbang ke Singapura via Kuala Lumpur atau Batam, tapi karena semua sudah diatur oleh rekan Jakarta, mau tidak mau saya harus terbang ke Jakarta baru ke Singapura. Tak apalah, semua berlangsung baik-baik saja. :)

Begitu keluar dari pesawat, saya keluarkan kamera dan mulai jepret sana jepret sini. Meski bukan photographer kegiatan, foto mem-foto ini memang menyenangkan, setidaknya untuk keperluan dokumentasi pribadi. Mulanya memang tidak ada masalah, tapi setelah sampai di bagian imigrasi, tiba-tiba seorang petugas keamanan memanggil saya. Kira-kira begini katanya "Selamat malam. Saya ingin melihat apa yang anda foto.". Ups... ada apa ya? Dengan agak takut saya tampilkan foto-foto hasil jepretan sebelumnya. Dan sayang sekali, beberapa foto harus dihapus, terutama foto pada bagian imigrasi. Ternyata dilarang men-jepret bagian imigrasi. Hehehe... meski dihapus ternyata hasil jepretan bagian imigrasi oleh rekan seperjalanan saya, Mr. Syamsu, masih ada. Wah...lumayan buat dokumentasi. :D

Kegiatan saya di negeri singa ini sebenarnya tidak banyak, cuma ditugaskan melihat pameran komunikasi COMMUNICASIA 2007, pameran komunikasi terbesar se Asia-Pasifik. Beragam provider yang ikut dalam pameran kali ini, dari teknologi komunikasi terrestrial seperti WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access) sampai teknologi VSAT. Wah, terus terang... bosan... belasan tahun teknologi komunikasi terus... :)

Sisa hari setelah pameran dihabiskan untuk berjalan-jalan di Singapura, menimba pengalaman naik Mass Rapid Transit (MRT). MRT adalah sebuah layanan kereta penumpang ber-AC yang modern, dengan stasiun pemberhentian hampir di seluruh negeri. Sangat cepat dan efektif, calon penumpang cukup membeli tiket di mesin tiket otomatis dengan hanya menekan tujuan perjalanan, mesin akan menampilkan biaya perjalanan. Kita tinggal memasukkan uang dollar Singapura, bisa berupa uang kertas atau logam, tunggu sebentar... tiket langsung keluar. Bila ada kembalian, mesin akan mengembalikan secara otomatis dan tidak korup, kembaliannya tetap berupa uang, tidak pernah keluar permen :). Tiket yang keluar berupa kartu, setebal kartu kredit, tanpa strip magnetik, teknologinya RF-ID. Kartu ini bermanfaat untuk masuk/keluar ke dan dari pintu-pintu ke arah MRT, tanpa tiket gerbang tidak akan terbuka dan pasti akan ditangkap. :D Seluruh penumpang secara otomatis mengikut kepada sistem, bukan seperti di kita :(, sistem yang selalu ikut penumpang, naik sembarangan, turun apalagi.

Hal lain yang agak menarik adalah jarang ditemukannya orang berkendara sepeda-motor, dalam 1 jam belum tentu ada 1 motor yang lewat. Katanya naik MRT lebih cepat dan murah, parkir kendaraan bermotor di Singapura sangat mahal, termasuk kesulitan parkir di apartemen di mana kebanyakan penduduk Singapura tinggal. Sipnya, pengendara mobil, bus atau yang lainnya sangat patuh aturan berlalu-lintas, kalau kita ingin menyeberang jalan, tinggal berdiri di zebra-cross, mobil atau motor yang sedang berjalan kencang akan segera berhenti, mempersilahkan pejalan kaki untuk menyeberang. Dan anehnya selama di Singapura saya jarang sekali mendengar suara klakson, pada rusak kali ya... hehehe. Wah, andai negeri kita bisa begini...
Banyak hal menarik yang diperoleh meski tidak sedikit pula yang aneh dan menyulitkan.

Penduduk Singapura pada umumnya jarang senyum, mendengar musik pakai head-phone dengan wajah kaku, tidak pernah ada yang sedikit 'bergoyang' bahkan goyang kepala sekalipun. Hehehe.. musik apa yang didengar ya?

Hal lain yang termasuk sulit adalah mencari makanan halal, berkali-kali harus naik MRT dari Orchad ke Bugis, hanya untuk mencari nasi Padang yang rasanya tidak terlalu 'Padang'. Terasa seperti sangat kurang santan. Untungnya hari-hari terakhir kita ketemu dengan masakan asli Jawa, ayam bakar Ojolali, halal sekali dan dekat dengan penginapan di seputar Orchad. Wah..., rasa masakannya asli Indonesia, bahkan ada teh botol Sosro segala... rada heran saya tanya "Mbak, ini teh botolnya asli Sosro ya? Bukan buat pajangan saja?" Hehehe.. ternyata asli saudara-saudara... makan enak sekitar 6 dollar Singapura atau sekitar 30 ribuan

Mendatangi Singapura sebagai tempat untuk berjalan-jalan merupakan sesuatu hal yang menghibur. Tetapi saya pribadi tidak menyarankan Anda yang sudah berkeluarga untuk tinggal di Singapura. Beberapa rekan saya mengatakan bahwa tinggal di Singapura cukup 'tersiksa', selain harus bekerja dengan sangat keras, pajak, biaya hidup dan biaya sekolah juga sangat tinggi. Bagi yang masih lajang mungkin dapat menjadi pengalaman berharga bagaimana tinggal di negeri yang disiplin dan maju. Atau kita majukan dan disiplinkan bangsa kita sendiri, sepertinya yang terakhir ini lebih baik. :)

Hahaha... begitulah sedikit kisah di negeri tetangga, enak di negeri orang ternyata (bagi saya) lebih nikmat di negeri sendiri. Serius... tx bro.

Rabu, 06 Juni 2007

RoHImIn 2007

RoHImIn sebenarnya kependekan dari Robot Humanoid Impian Indonesia. Robot ini diperkenalkan pertama kali ke publik pada bulan Oktober 2006 di Pameran Inovasi Teknologi (INOTEK) 2006 di CIKAL Medan. Meski berbentuk sederhana, dengan kamera kecilnya RoHImIn memiliki kemampuan 'melihat' dan mengenali struktur wajah manusia dan mendeteksi gerakan objek. Selain itu RoHImIn juga memiliki kemampuan berbicara (speech synthesizer) dan mengenal pembicaraan (speech recoginition). Dengan kemampuan mengenal beberapa puluh kalimat, RoHImIn dapat berinteraksi dengan pengunjung. Meski demikian, RoHImIn masih memiliki kekurangan dalam bentuk fisiknya. RoHImIn 2006 menggunakan dua buah motor pengendali untuk menggerakkan kamera ke atas dan ke bawah mengikuti gerakan objek. Meski lebih kaku, bentuk ini jauh lebih baik dibanding RoHImIn 2005 yang hanya menggunakan stepper motor 'telanjang'. :)

Penelitian robot di Indonesia khususnya robot humanoid masih sangat jarang sekali dilakukan. Perlombaan ROBOCON yang diadakan setiap tahun lebih diarahkan kepada robot-robot beroda yang belum mampu 'berpikir'. Penelitian robot yang memiliki kemampuan manusia seperti 'berpikir', melihat dan berbicara masih belum terlihat. Teori-teori komputasi seperti kecerdasan buatan (artificial-intelegence) dan jaringan syaraf tiruan (neural-network) masih terbatas sebagai 'cerita' dosen semata, tanpa implementasi. Dana hibah seperti dari DIKTI untuk penelitian tersedia begitu melimpah dan sangat sayang karena tidak dimanfaatkan secara maksimal.

Dengan dana penelitian yang terbatas, proyek RoHImIn 2007 dimulai kembali dengan fokus utama pembuatan wajah robot. Untuk pembuatan wajah robot ini sangat dibutuhkan kemampuan elektronik dan non-elektronik. Kemampuan pemrograman micro-controller dibutuhkan untuk mengendalikan belasan bahkan puluhan motor-motor kecil. Gerakan-gerakan ini harus sesuai dengan mimik wajah yang akan dihasilkan. Kemampuan non-elektronik dibutuhkan untuk membuat 'tengkorak' dari bahan fiber-glass atau aluminium dan kemampuan membuat wajah robot dari bahan karet sintetis. Penelitian ini tergolong rumit dan membutuhkan waktu yang panjang. Meski bekerja sendiri, diharapkan wajah 'real' robot RoHImIn 2007 dapat selesai tahun ini.