Rabu, 24 Desember 2008

Mengenang Tsunami 2004

Hari Minggu, 26 Desember 2004 pukul 07.00 pagi tepat, rumah saya berguncang hebat. Saya dan keluarga bergegas keluar rumah, berdiri di depan sambil terhuyung-huyung selama lebih dari 1 menit. Tiang-tiang rumah berbunyi berderak-derak, saya khawatir rumah kami akan rubuh. Ada apa ini? Mengapa gempa kali ini begitu terasa di kota Medan? Di mana pusat gempa kali ini?

3 hari kemudian melewati jalur darat, saya dan beberapa rekan tiba di Banda Aceh, kota yang luluh lantak akibat terjangan Tsunami yang dipicu oleh gempa beberapa hari sebelumnya. Aroma tak sedap yang keluar dari mayat-mayat yang membusuk tercium di setiap tempat, membuat selera makan menghilang dalam beberapa hari. Beruntung kami membawa bekal beras, roti dan mie instant yang cukup sehingga tidak perlu membeli makanan jadi dari warung setempat.

Berikut gambar sebagian foto yang sempat saya abadikan ketika itu,









Click-lah untuk memperbesar tiap gambar, resolusi yang lebih baik silahkan email ke saya, stefano.albiruni@gmail.com.

Shubahanallah.

Senin, 22 Desember 2008

MOL dari Mr. Sob Zero Waste

Meskipun rumah saya belum benar-benar zero-waste, setidaknya apa yang diajarkan olek Pak Sobirin alias Mr. Zero Waste sudah terlihat manfaatnya. Dengan keterbatasan lahan dan waktu, saya mencoba membuat Mikro Organisme Lokal (MOL) tapai yang bersih sesuai petunjuk Pak Sobirin. Hasilnya luar biasa, tanaman tomat dan terung yang disiram dengan air yang dicampur MOL tapai terlihat sangat subur dan berdaun lebar. Pertumbuhannya melebihi rata-rata pohon yang tidak disiram campuran MOL. Padahal penyiraman dengan MOL ini kami lakukan hanya 2 atau 3 hari sekali.

Selain membuat MOL tapai, kami juga sedang membuat kompos sendiri dari dedaunan sekitar rumah yang dicampur dengan MOL tapai sebagai starter-nya. Metodanya aerob, wadah dari jirigen air yang besar dilubangi atas dan sisi-sisinya dan diisi dengan dedaunan yang sudah dipotong-potong kecil. Setiap memasukkan daun, bagian atasnya disiram dengan MOL tapai dan diaduk. Saat ini bagian bawah sampah terlihat mulai menjadi kompos.

Cara membuat MOL tapai ini sangat mudah, ilmu yang lebih dalam dan open-source ada di blognya Pak Sobirin. Saya memilih membuat MOL dari tapai dengan alasan lebih mudah dibuat dan lebih bersih dibanding MOL yang dibuat dari bahan lain, seperti dari bonggol pohon pisang atau nasi. Teknik ringkas pembuatan MOL tapai sebagai berikut:

- Sediakan bahan tapai, bisa dibeli dipasar atau membuatnya sendiri.
- Sediakan botol bekas air mineral besar ukuran 1500 mili liter.
- Sediakan juga gula putih atau merah.
- Masukkan tapai sekitar 1 ons ke dalam masing-masing botol air kemasan.
- Masukkan gula putih sekitar 5 sendok makan ke dalam masing-masing botol.
- Isi botol dengan air setengahnya.
- Tutup dan aduk-aduk botol sampai gula di dalamnya larut.
- Setelah gula larut, lakukan penambahan air sampai hampir penuh.
- Tempatkan botol pada sudut rumah, biarkan tutup botol dalam keadaan terbuka.
- 5 hari berikutnya MOL sudah dapat digunakan. :D

MOL buatan sendiri ini selanjutnya dapat dituangkan sebagian ke dalam wadah penampungan dan dicampur dengan air dengan perbandingan 1 bagian MOL, 15 bagian air. Hasil campuran ini dapat langsung disiramkan ke tanah tempat tumbuhnya tanaman. Jangan menyiramnya langsung ke daun atau bunga karena dapat mengakibatkan kerusakan, jadi cukup pada media tanam saja.

Sedangkan untuk pembuatan kompos, MOL yang tidak dicamput air disiramkan pada daun yang telah dipotong-potong dan diaduk-aduk agar merata.

Sebagian MOL yang belum terpakai dapat ditambahkan gula kembali sebanyak 5 sendok makan dan air sampai hampir penuh, jangan lupa mengaduk-aduk botol agar gula larut. 5 hari berikutnya panen MOL kedua, begitu seterusnya.

Mudah-mudahan bermanfaat... AlhamduLillah. :D

Selasa, 09 Desember 2008

Dosen Tuna Netra

"Saat ini saya masih bisa membayangkan terbenamnya matahari di ufuk Barat di tepi pantai saat sore hari. Masih dapat membayangkan indahnya pegunungan, membayangkan air yang mengalir di sungai. Alhamdulillah, saya masih bisa membayangkan indahnya ciptaan ALLAH SWT...".

Begitulah kira-kira potongan pembicaraan saya dengan Bapak Drs. Sembol Ginting MSc. sore kemarin via telpon. Beliau merupakan dosen senior di Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) di Medan, memperoleh gelar MSc bidang Computer Aided Instruction dari University Sains Malaysia (USM) Penang belasan tahun lalu, saat nikmat melihat masih beliau miliki.

Tuna netra yang disebabkan oleh penyakit glaukoma tidak membuat semangat Pak Sembol putus. Beliau tetap mengajar seperti biasa, meskipun untuk sampai ke kelas mesti dituntun oleh anggota keluarga lain. Tutur katanya tetap meluncur dengan lancar dan begitu terstruktur, mudah diikuti dan enak didengar. Ingatan beliau sama sekali tidak terganggu oleh hilangnya nikmat melihat, justru menurut beliau ingatan dan pendengarannya semakin membaik.

Sengaja saya menelepon beliau hari itu untuk menanyakan seberapa jauh perkembangan beliau menggunakan aplikasi screen-reader NVDA (Non Visual Desktop Access), aplikasi khusus untuk penyandang tuna netra. Dengan aplikasi gratis dan open-source ini, penderita tuna netra diharapkan dapat menggunakan komputer seperti layaknya orang awas (dapat melihat). Meski belum secanggih aplikasi komersil JAWS, namun secara umum NVDA sudah sangat layak pakai. Meski berlogat Barat, dukungan suara berbahasa Indonesianya cukup baik dan mudah dimengerti.

Keinginan beliau yang belum terpenuhi adalah ingin memiliki laptop sendiri untuk belajar dan mengajar, saat ini beliau menggunakan laptop Acer pinjaman yang dalam waktu dekat harus dikembalikan ke pemiliknya.

Mungkin sahabat sekalian punya laptop bekas atau baru untuk Pak Sembol, silahkan call ke Flexi beliau 061-76822748 atau call ke saya 061-30330099.

Terima kasih, terima kasih...

Sabtu, 06 Desember 2008

Berqurban Dong, Kapan Lagi? :)

Telah kembali hari-hari yang dinanti, Idul Adha. Saatnya kita berqurban, menyisihkan sebagian penghasilan untuk dibelikan hewan qurban, berbagi dengan sesama yang tidak mampu. Bukan darah hewan qurban saat disembelih itu yang sampai kepada ALLAH SWT, namun ketakwaan kita untuk rela berbagi mudah-mudahan ada nilainya di sisi ALLAH SWT.

Kami di rumah, alhamdulillah, setiap tahun ikut berqurban. Saya membiasakan keluarga agar lebih peduli dengan orang lain, tidak cuma jadi pengamat saja. Di tempat kami, tahun ini kambing atau lembu per orang dihitung Rp. 900 ribu, artinya harus disisihkan sekitar Rp. 75 ribu perbulan, tidaklah besar dibanding apa yang telah diberikan ALLAH SWT kepada kita. Rezeki, kesehatan, keimanan dan lain-lain, begitu melimpah ALLAH SWT memberikannya kepada kita, lalu kenapa kita harus menjadi orang yang tidak bersyukur? Kenapa kita harus terus-menerus membutakan hati? Apa hak kita? Apa hak saya? Tidak ada sama sekali, tidak ada alasan sama sekali.

Jadi sahabat, berqurbanlah... mumpung ALLAH SWT masih memberikan waktu kepada kita, tahun depan belum tentu. Bisa jadi krisis ekonomi menyebabkan kita kehilangan mata pencarian, sehingga harus menjadi penerima daging hewan qurban. Atau bisa jadi ALLAH SWT memanggil kita, yang berarti putusnya kesempatan kita untuk berqurban.

Rekan-rekan sahabatku sekalian, mumpung masih ada waktu, mari kita berqurban... :D