Minggu, 14 November 2010

Meletusnya Merapi dan Angka 19

Hari Selasa tanggal 26-10-2010 gunung Merapi meletus, awan panasnya memusnahkan apa saja yang dilewatinya. Letusan kali ini sungguh dahsyat, korban meninggal dunia juga cukup banyak. Apakah ini benar-benar bencana alam biasa atau ada 'PESAN' tertentu yang terkandung di dalamnya?

Mari kita menghitung lagi, menghubungkan tanggal 26-10-2010 dengan angka 19. Silahkan membaca tulisan sebelumnya di blog ini bagi sahabat yang belum mengerti maksud angka 19. Kali ini kita tidak memasukkan parameter waktu, hanya tanggal saja. Silahkan mengujinya dengan kalkulator yang sahabat miliki.

Pertama-tama mari kita hilangkan tanda '-' pada tulisan tanggal 26-10-2010 sehingga menjadi 26102010. Angka 26102010 ini selanjutnya akan dibagi dengan angka 19 dan hasil pembagiannya akan kita uji bersama apakah bersisa atau bulat tanpa sisa. Bila bersisa dapat diartikan bahwa dua bencana besar ini berupa bencana biasa 'tanpa pesan'. Namun bagaimana bila hasil baginya berupa bilangan bulat tanpa sisa? Mungkinkah ALLAH SWT dan malaikat-malaikatNYA begitu memperhatikan kita, begitu dekat dengan kita?

Langsung saja kita lakukan pembagian :
26102010 dibagi 19 = 1373790 ,bulat tanpa sisa.

Tanpa sisa.., artinya bahwa bencana ini mengandung pesan yang sangat jelas. Tapi mungkin masih ada sahabat yang berpikir bahwa ini suatu kebetulan saja, suatu bilangan dibagi 19 bisa jadi hasilnya bilangan bulat tanpa sisa. Mungkin saja, tapi saya punya hitungan selanjutnya yang lebih menegaskan sekaligus menggetarkan hati..

Perhatikan baik-baik, 26102010 dibagi 19 hasilnya 1373790. Mungkin sahabat mengira bahwa angka 1373790 ini tidak memiliki makna.. Coba simak baik-baik.. tulislah angka 1373790 secara terbalik menjadi 0973731, selanjutnya bagi bilangan tersebut dengan 19.

0973731 dibagi 19 = 51249 , tanpa sisa sama sekali..

Jelaslah sudah bahwa bencana meletusnya gunung Merapi serta gempa dan tsunami di Mentawai bukanlah bencana biasa, waktunya telah ditentukan. Itulah azab yang ditimpakan kepada kaum yang berdosa, seperti tertulis pada kutipan surah-surah berikut:

Al Ahqaaf:24-25
24. Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: "Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami." Bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera angin yang mengandung azab yang pedih,
25. yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa.

Al 'Ankabuut:53
Dan mereka meminta kepadamu supaya segera diturunkan azab. Kalau tidaklah karena waktu yang telah ditetapkan, benar-benar telah datang azab kepada mereka, dan azab itu benar-benar akan datang kepada mereka dengan tiba-tiba, sedang mereka tidak menyadarinya.

Ath Thalaaq:8
Dan berapalah banyaknya negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan Rasul-rasul-Nya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan.

Az Zukhruf:48
Dan tidaklah Kami perlihatkan kepada mereka sesuatu mukjizat kecuali mukjizat itu lebih besar dari mukjizat-mukjizat yang sebelumnya. Dan Kami timpakan kepada mereka azab supaya mereka kembali.

Setelah membaca tulisan ini, masihkah ada diantara sahabat yang tidak percaya?
Mudah-mudahan ALLAH SWT mengampuni..

Wallahu a'lam..

Rabu, 03 Maret 2010

Mas Budiana

Lepas shalat Isya di masjid Cut Mutiah Jakarta Pusat, saya bertemu seorang jemaah bertubuh kecil dengan gigi seri depan yang sudah tanggal, namanya Budiana. Lelaki itu membawa tas yang katanya berisi pakaian selama di Jakarta. "Saya sudah satu minggu di Jakarta mas, badan saya nderedek, mungkin karena hari ini belum makan..". Saya mengajak beliau duduk di bangku panjang milik pedagang di sekitar pagar masjid. Sambil mengisi perut dengan makanan khas Jakarta "Ketoprak", kami ngobrol tentang banyak hal. Saya yang lebih banyak bertanya, kampung asal, keluarga, kenapa bisa sampai ke Jakarta dan banyak pertanyaan lainnya.

Mas Budiana berasal dari desa Nggetasan, perjalanan sekitar 2 jam dari Solo, desa kecil dengan penduduk sekitar 20 kepala keluarga. Beliau berangkat sendiri ke Jakarta untuk mengadu nasib karena ladang jagung di kampung saat itu terkena banjir. Bersama pendatang-pendatang lain beliau 'menginap' di stasiun kereta Gondangdia sambil berharap pekerjaan dari mandor-mandor bangunan yang sering mencari tenaga kerja lepas di sekitar stasiun. Dan sampai malam itu belum ada satu mandor bangunanpun yang tertarik mempekerjakannya. Dan akhirnya ia ingin pulang ke kampung...

Menurut mas Budi, makanan pokok dikampungnya adalah jagung. Beras sulit ditemukan di kampung, kalaupun ada pada saat-saat tertentu saja, biasanya beras raskin ada saat bulan Ramadhan. Saya tanyakan bagaimana dengan makan keluarga sehari-hari yang sudah seminggu ditinggalkan. Menurutnya masih ada jagung kering yang disimpan sisa hasil panen sebelumnya. Beliau bercerita bagaimana proses penyimpanan jagung agar dapat bertahan lama, dari mulai memanennya sampai mengeringkannya dengan bara api. Saya tanyakan bagaimana proses mengubah jagung yang sudah kering agar dapat di makan. Di luar dugaan saya, beliau menjelaskannya secara rinci, dari mulai merendam kembali jagung selama 3 hari, menumbuknya, merendamnya kembali, menghaluskannya sampai dengan mengukusnya hingga akhirnya menjadi 'nasi' yang siap untuk di makan.

Hampir dua jam bercerita panjang lebar, akhirnya kami harus berpisah. Saya memberi beliau ongkos pulang esok paginya ditambah sedikit untuk keperluan keluarga andai tanaman jagung musim ini kurang berhasil.

Selamat jalan mas Budi, semoga ALLAH SWT mempertemukan kita kembali kelak di tempat yang lebih baik. Insya Allah. Assalamu'alaykum..